A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tugas
penting bangsa sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar Tahun
1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alenia keempat menyatakan dengan jelas bahwa tugas
Nagara Kesatuan Republik Indonesia adalah
membentuk suatu pemeritah Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Pendidikan juga merupakan salah satu sektor
penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun
2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala
potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak
mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat
dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah
kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan,
diperlukan suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama
yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua
bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang
telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan
dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur
setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil
pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang baik tidak
boleh menciptakan kegelisahan dan ketakutan. Pendidikan semacam itu hanya akan
melahirkan anak-anak bertabiat penakut dan selalu merasa rendah diri
(inferioritycomplex). Selain itu, bentuk-bentuk pemaksaan, tekanan, dan hukuman
justru menghalangi perkembangan kreatif dari si anak didik.
Pendidikan seharusnya tidak hanya bicara kelulusan,
angka, nilai, ijazah. Tetapi, lebih penting dari itu, pendidikan seharusnya
menjadi alat integrasi sosial, menanamkan nilai-nilai progressif/humanis,
menumbuh-kembangkan kreatifitas, dan membentuk kepribadian si anak didik.
Karena itu, dalam proses belajar, kemerdekaan dan
kreatifitas anak didik tidak boleh dipasung. Suasana pendidikan juga harus
dibuat senyaman mungkin agar anak-anak bisa belajar dengan ceria, senang, dan
bebas. Hanya manusia yang terbebas dari tekananlah yang bisa belajar dengan
baik.
Sistem pembelajaran yang bersifat mencatat dan hafalan
harus dikurangi. Sebaliknya, anak didik harus dibebaskan untuk berfikir dan
diperhadapkan dengan konstruksi sosial di hadapannya. Pesan Ki Hajar Dewantara
juga cukup bagus: jangan biasakan anak didik mengikuti buah fikiran orang lain,
tetapi biasakanlah anak-anak mencari pengetahuan dengan buah fikirannya
sendiri.
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan
Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN)
dalam beberapa tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan
menjadi kontraversi dalam banyak seminar atau perdebatan. Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai faktor
penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendididkan di
Indonesia. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau keinginan dari beberapa pihak
untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir Nasional tersebut. Tidak kurang
dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan pernyataan akan menghapus UAN, dan
pernyataan beberapa anggota Dewan yang mengusulkan penghapusan UAN tersebut.
Dari tahun ke tahun
standar kelulusan terus meningkat belum diimbangi dengan pemerataan fasilitas
pendidikan di beberapa daerah secara tidak langsung membuat siswa mengalami
kesulitan untuk memenuhi target yang ada. Sehingga tidak sedikit siswa terpaksa
harus mengulang, disebabkan nilainya kurang memenuhi standar. Angka kelulusan siswa terus dinaikkan dari
tahun ke tahun berikutnya, tidak akan menjadi persoalan jika hasil evaluasi
Ujian Nasional diumumkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
ditindaklanjuti dengan memberikan perlakuan khusus bagi daerah-daerah yang
diketahui dari hasi Ujian Nasional tersebut memiliki nilai kelulusan rata-rata
rendah.
Gerakan adanya
penolakan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional secara gencar berlangsung sejak
lima tahun terakhir seiring munculnya kebijakan pemerintah untuk menjadikan
evaluasi tahap akhir siswa yang sebelumnya sempat diserahkan kepada pihak
sekolah kembali diberlakukan secara nasional. Berbagai upaya dilakukan untuk
menolak pelaksanaan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan nasional,
diantaranya gugatan warga negaranya sendiri.
Mendiknas (Menteri
Pendidikan Nasional) Mohammad Nuh mengakui terjadinya pro dan kontra dalam
pelaksanaan Ujian Nasional. Perdebatan ini diakuinya tidak akan pernah rampung,
karena bukan masalah boleh ataupun tidak boleh Ujian Nasional dilaksanakan,
tetapi bagaimana kualitas pelaksanaan Ujian Nasional ditingkatkan. “Tujuan
penyelenggaraan Ujian Nasional tidak perlu diperdebatkan dan dipertentangkan
lagi terutama terkait penentu kelulusan atau standar nasional,” ujarnya.
Pemerintah akan
tetap memberlakukan kebijakan tersebut dari kemajuan dunia pendidikan. Mohammad
Nuh juga mengatakan salah satu komitmen Depdiknas adalah untuk membangun anak
didik yang berkarakter, berkepribadian, dan berbudaya unggul. Untuk itu,
orientasi pendididkan yang dilaksanakan tidak hanya mengukur hasil kegiatan
belajar mengajar dari segi kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
Oleh karena itu,
ada beberapa pertimbangan penulis melihat kenyataan pada era ini, perkembangan
pendidikan di kalangan masyarakat umumnya mengenai Ujian Nasional banyak pro
kontra dari berbagai kalangan masyarakat.
B.
Identifikasi Masalah
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan
pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai faktor
penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendididkan di
Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi
di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru
akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa
dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang
sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara
sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.
Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena
menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan
kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita
kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk
menggeser paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih
berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih
berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi
dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual,
dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar
pendidikan, seperti kepentingan politik
dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi
segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan
kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik
dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan
lainnya.
C. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
dampak bagi pelajar dengan adanya ujian nasional sebagai salah satu faktor
penentu kelulusan ?
2. Bagaimana dengan standar kelulusan yang setiap tahun
selalu meningkat sedangkan fasilitas pendidikan di beberapa
daerah belum merata membuat siswa mengalami kesulitan ?
3. Bagaimana solusi dari ujian nasional ?
D. Tujuan dan Manfaat
a) Tujuan
1) Mengetahui
dampak bagi pelajar dengan adanya ujian nasional sebagai faktor penentu
kelulusan.
2) Mengetahui
keadaan siswa jika standar kelulusan setiap tahun meningkat dan fasilitas
belajar belum merata.
3) Mengetahui
solusi adanya ujian nasional.
b) Manfaat
Evaluasi
Manfaat dari penulisan
makalah ini:
1. Bagi
Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai
pelajaran bahwa sistem ujian nasional tahun selanjutnya harus lebih baik dari tahun
sebelumnya agar ujian nasional tidak mengalami kontroversi.
2. Bagi
Guru
Bisa dijadikan sebagai
acuan dalam mengajar agar peserta didiknya tidak ada yang gagal dalam Ujian
Nasional.
3. Bagi
Mahasiswa
Bisa dijadikan bahan
kajian belajar untuk menjadi seorang pendidik yang baik nantinya, khususnya
mahasiswa fakultas ilmu pendidikan.
E. Tinjauan
Pustaka
Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar
daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian
mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh
lembaga yang mandiri secara berkala,
menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan
proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah telah mengambil
kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan.
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian
Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes
pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa
Ujian Nasional adalah salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan
oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan penilaian hasil belajar
di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan
satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan
tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang
bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja Ujian Nasional
dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan
oleh pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk
mengetahui penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau pemerintah mengatakan bahwa
hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi
penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal itu bisa dinegasikan karena
perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian
masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa
menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian
akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun
yang menjadi pertimbangan agar Ujian Nasional tetap digunakan sebagai alat
penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan
kompetensi lulusan secara nasional bisa terbantahkan.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Kepmendiknas
No. 153/U/2003 tentang UAN, serta Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 meliputi Pasal 11 Ayat
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi;
Pasal 35 Ayat (1) Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala; Pasal 57 ayat (1)Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; Pasal 57
Ayat (2) Evaluasi dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal
untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan; Pasal 58 Ayat
(2) Evaluasi peserta didik, satuan
pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan, dan; Pasal 61 ayat (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai
pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang
pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi. Pasal-pasal tersebut menjadi landasan kebijakan
Pemerintah untuk melakukan UN.
Pemerintah juga mengacu pada landasan teoritis yang
dilatarbelakangi rasional bahwa untuk mengukur keberhasilan belajar peserta
didik lewat pelaksanaan evaluasi sumatif (sumative
evaluation) pada setiap akhir tingkatan pendidikan. Evaluasi itu
berbentuk evaluasi hasil belajar maupun ujian (examination) yang dilakukan secara benar dan transparan
sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa setinggi-tingginya. Dengan
demikian secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan.
Selain itu, hasilnya dapat dijadikan tolok-ukur keberhasilan dan dapat
digunakan sebagai pemetaan keberhasilan belajar di semua tingkatan dan daerah.
Model
Evaluasi
Model evaluasi ini menggunakan model Goal Free
Evaluation Model, adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Scriven. Dalam
Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi
program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program.
Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan
yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan)
maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).
Evaluasi model goal free evaluation, focus pada
adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang
diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi
juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis.
Tujuan
program tidak perlu diperhatikan karena kemungkinan evaluator terlalu rinci
mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai,
artinya terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh
mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang
diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak
banyak bermanfaat. Dapat disimpulkan bahwa, dalam model ini bukan berarti lepas
dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya
mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci
perkomponen yang ada.
Scriven menekankan bahwa evaluasi itu
adalah interpretasi Judgement ataupun explanation dan evaluator yang merupakan
pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Ciri – Ciri Evaluasi Bebas Tujuan yaitu :
1. Evaluator
sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program
2. Tujuan
yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus
evaluasi
3. Evaluasi
bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang
direncanakan
4. Hubungan
evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin
5. Evaluasi
menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan
Mungkin akan lebih baik apabila evaluasi
yang berorientasi pada tujuan dan evaluasi bebas tujuan dikawinkan,karena
mereka akan saling mengisi dan melengkapi. Evaluator internal biasanya
melakukan evaluasi yang berorientasi pada tujuan,karena ia sulit menghindar
atau mau tidak mau ia akan mengetahui tujuan program,akan tidak pantas apabila
ia tidak acuh. Menejer progam jelas ingin mengetahui sampai seberapa jauh
progam telah dicapai, dan evaluator internal akan dan harus menyediakan
informasi untuk menejernya.
Di samping itu, perlu diketahui
bagaimana orang luar menilai program bukan hanya untuk mengetahui apa yang
seharusnya dilakukan, apa yang dilakukan di semua bagian, pada semua yang telah
dihasilkan, secara sengaja atau tidak sengaja. Yang belakangan ini merupakan
tugas operator bebas tujuan yang tidak
mengetahui tujuan program. Jadi, evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan
evaluasi bebas tujuan dapat bekarja sama dengan baik.
F. Kerangka
Pikir Evaluasi
Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara,
tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan
sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari
tahun sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu
disebut Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka
akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan
sekarang. Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya
memberikan tes pada beberapa mata pelajaran ‘penting’ saja, apalagi
dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran.
Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan pembiasaan yang
dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan kognitif saja.
UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik
dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu
pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan
pendapat dan bersikap demokratis. Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu
menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang
diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN.
G. Pertanyaan Evaluatif
1. Apa
pengaruh dari ujian nasional terhadap peserta didik saat akan menjalani ujian?
2. Apa
yang terjadi saat ujian nasional berlangsung ?
3. Apakah
ada kecurangan saat ujian nasional ?
H. Metode Penelitian
A. Penelitian Evaluasi
Evaluasi
adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program,
atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan
bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono 2009). Sedangkan menurut Rika Dwi K.
(2009) Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai
dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini
kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh
pada kegagalan dan keberhasilan.
Iviane
dan Gilbert de Lansheere (dalam Inggit
Kurniawan, 2009) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah
materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Zulharman (2007) Evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah
yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu
program.
Evaluasi
program adalah proses untuk mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan
menggunakan kriteria tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan
keputusan, kebijakan yang lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan
evaluator dalam mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai,
apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009). Menurut Suharsimi Arikunto
(2007: 222) penelitian evaluasi dapat diartikan suatu proses yang dilakukan
dalam rangka menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan
nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses
serta teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan
beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi
merupakan suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur
hasil program atau proyek (efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang
direncanakan atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji
pelaksaaan program yang dilakukan secara objektif. Kemudian merumuskan dan
menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai
positif dan keuntungan suatu program.
B. Populasi
dan Sampel
a) Populasi
Populasi adalah
keseluruhan obyek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak,
peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter
tertentu dan sama. Populasi pada evaluasi ini adalah siswa –siswi di suatu
sekolah.
b) Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi
yang memiliki sifat-sifat yang sama dari obyek yang merupakan sumber data.
Sampel yang dapat diteliti adalah siswa –siswi satu kelas.
C. Teknik
Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi
adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang
diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkun dapat
diulang-ulang. Dalam pelaksanaan
observasi, peneliti bukan hanya sekedar mencatat, tetapi juga harus mengadakan
pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.
Seorang peneliti harus melatih dirinya untuk
melakukan pengamatan. Banyak yang dapat kita amati di dunia sekitar kita
dimanapun kita berada. Hasil pengamatan dari masing-masing individu akan
berbeda, disinilah diperlukan sikap kepekaan calon peneliti tentang realitas
diamati. Boleh jadi menurut orang lain realitas yang kita amati, tidak memiliki
nilai dalam kegiatan penelitian, akan tetapi munurut kita hal tersebut adalah
masalah yang perlu diteliti.
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
observasi partisipasi dan non-partisipan. Observasi partisipasi dilakukan
apabila peneliti ikut terlibat secara langsung, sehingga menjadi bagian dari
kelompok yang diteliti. Sedangkan observasi non partisipan adalah observasi
yang dilakukan dimana peneliti tidak menyatu dengan yang diteliti, peneliti
hanya sekedar sebagai pengamat.
b. Kuesioner
Kuesioner
adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengirimkan suatu daftar pertanyaan
kepada responden untuk diisi. Menurut
Masri Singarimbum, pada penelitian survai, penggunaan angket merupakan hal yang
paling pokok untuk pengumpulan data di lapangan. Hasil kuesioner inilah yang
akan diangkakan (kuantifikasi), disusun tabel-tabel dan dianalisa secara
statistik untuk menarik kesimpulan penelitian.
Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah (a)
untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian,
dan (b) untuk memperoleh informasi dengan reliabel dan validitas yang tinggi.
Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun kuesioner,
pertanyaan-pertanyaan yang disusun harus sesuai dengan hipotesa dan tujuan
penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto, sebelum kuesioner disusun
memperhatikan prosedur sebagai berikut:
1) Merumuskan
tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.
2) Mengidentifikasikan
variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
3) Menjabarkan
setiap variabel menjadi sub-sub variabel yang lebih spesifik dan tunggal.
4) Menentukan
jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus unit analisisnya.
c. Interview
/ wawancara
Interview
adalah sesuatu proses tanya jawab lesan, dalam mana 2 orang atau lebih
berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat maka yang lain dan mendengar
dengan telinga sendiri dari suaranya. Dengan
wawancara data yang diperoleh akan lebih mendalam, karena mampu menggali
pemikiran atau pendapat secara detail. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
wawancara diperlukan ketrampilan dari seorang peneliti dalam berkomunikasi
dengan responden. Seorang peneliti harus memiliki ketrampilan dalam
mewawancarai, motivasi yang tinggi, dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut
dalam menyampaikan wawancara. Seorang peneliti juga harus bersikap netral,
sehingga responden tidak merasa ada tekanan psikis dalam memberikan jawaban
kepada peneliti.
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara,
yaitu:
1) Pedoman
wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis
besar yang akan ditanyakan. Dalam hal ini perlu adanya kreativitas pewawancara
sangat diperlukan, bahkan pedoman wawancara model ini sangat tergantung pada
pewawancara.
2) Pedoman
pewawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci
sehingga menyerupai chek-list. Pewawancara hanya tinggal memberi tanda v (check).
Dalam
pelaksanaan penelitian dilapangan, wawancara biasanya wawancara dilaksanakan dalam
bentuk ”semi structured”. Dimana interviwer menanyakan serentetan pertanyaan
yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam menggali
keterangan lebih lanjut. Dengan model wawancara seperti ini, maka semua
variabel yang ingin digali dalam penelitian akan dapat diperoleh secara lengkap
dan mendalam.
D. Teknik
Analisis Data
Pada
tahap analisis data ini menurut Dilthey, sebagaimana dikemukakan juga oleh pemikir
fenomenologi, mengatakan bahwa peristiwa sejarah dapat dipahami dalam tiga
proses yaitu: (1) memahami sudut pandang atau gagasan para pelaku asli; (2)
memahami arti atau makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal yang secara
langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah; dan (3) menilai
peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat
sejarawan itu hidup. Proses (1) dan (2) merupakan fist order understanding dan
proses (3) merupakan second order understanding.
Teknis
analisis data tersebut dilakukan di lapangan atau bahkan bersamaan dengan
proses pengumpulan data dan sesudahnya. Menurut Milles (1992) ada dua hal yang
penting dalam analisis tersebut; Pertama, analisis data yang muncul berwujud
kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam
aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan
yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan,
pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis, tetapi analisis ini tetap
menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperlukan.
Kedua, analisis ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi
(Miles dan Huberman, 1992:15-21).
Reduksi
data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan, dalam hal ini peneliti mencatat hasil
wawancara dengan informan berkaitan dengan pelaksanaan ujian nasional, siswa-siswi,
proses ujian nasional, dan makna ujian nasional, bagaimana makna ujian nasional
dan pelaksanaannya ? Bagaimana efek ujian nasional pada siswa?
Alur
penting yang kedua dari kegiatan analisis data adalah penyajian data. Penyajian
data di sini sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini
berbentuk teks naratif, teks dalam bentuk catatan-catatan hasil wawancara
dengan informan penelitian sebagai informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan tentang fenomena boro tersebut di atas.
Kegiatan
analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpulan data, seseorang penganalisis (peneliti) mulai mencari
makna boro dan prosesnya. Dengan demikian, aktifitas analisis merupakan proses
interaksi antara ketiga langkah analisis data tersebut, dan merupakan proses
siklus sampai kegiatan penelitian selesai.
I. DAFTAR
PUSTAKA
Taribnafis,
Farida Yusuf. 1989. Evaluasi Program. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan. Jakarta.
UU Sistem Pendidikan Nasional No
20 tahun 2003
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis
Untuk Peneliti Pemula. 2002. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Center
Partners. (2006). Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus. http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf
(Diakses
pada tanggal 13 Desember 2013 pukul 20.00 )
Zamroni,
Yariz. Penelitian Evaluasi. 2001. http://yarizzamroni1991.wordpress.com/2011/09/13/penelitian-evaluasi/,(Diakses
pada tanggal 27 Desember 2013 pukul 21.07 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Ujian_Nasional
(Diakses pada tanggal 5 Januari 2014 pukul 08.07 WIB)
Subadi,
Tjipto. Contoh Bab III Metode Penelitian. 2011. http://tjiptosubadi.blogspot.com/2011/01/contoh-bab-iii-metode-penelitian.html
(diakses pada tanggal 09 Januari 2014)
Berdikaroonline.
Carut-Marut Ujian Nasional. 2013. http://www.berdikarionline.com/editorial/20130416/carut-marut-ujian-nasional.html
(diakses pada tanggal 10 Januari 2014 pukul 11.08 WIB)
Why are online casinos so popular? - Kadangpintar
BalasHapusAs one of the fastest growing providers of gambling equipment, the online gaming 인카지노 market is growing 온카지노 fast, so do the players. 바카라사이트