Selasa, 21 Januari 2014

evaluasi program ujian nasioal



A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tugas penting bangsa  sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alenia keempat menyatakan dengan jelas  bahwa tugas Nagara Kesatuan Republik Indonesia  adalah membentuk suatu pemeritah Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Pendidikan juga merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang baik tidak boleh menciptakan kegelisahan dan ketakutan. Pendidikan semacam itu hanya akan melahirkan anak-anak bertabiat penakut dan selalu merasa rendah diri (inferioritycomplex). Selain itu, bentuk-bentuk pemaksaan, tekanan, dan hukuman justru menghalangi perkembangan kreatif dari si anak didik.
Pendidikan seharusnya tidak hanya bicara kelulusan, angka, nilai, ijazah. Tetapi, lebih penting dari itu, pendidikan seharusnya menjadi alat integrasi sosial, menanamkan nilai-nilai progressif/humanis, menumbuh-kembangkan kreatifitas, dan membentuk kepribadian si anak didik.
Karena itu, dalam proses belajar, kemerdekaan dan kreatifitas anak didik tidak boleh dipasung. Suasana pendidikan juga harus dibuat senyaman mungkin agar anak-anak bisa belajar dengan ceria, senang, dan bebas. Hanya manusia yang terbebas dari tekananlah yang bisa belajar dengan baik.
Sistem pembelajaran yang bersifat mencatat dan hafalan harus dikurangi. Sebaliknya, anak didik harus dibebaskan untuk berfikir dan diperhadapkan dengan konstruksi sosial di hadapannya. Pesan Ki Hajar Dewantara juga cukup bagus: jangan biasakan anak didik mengikuti buah fikiran orang lain, tetapi biasakanlah anak-anak mencari pengetahuan dengan buah fikirannya sendiri.
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan menjadi kontraversi dalam banyak seminar atau perdebatan. Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai faktor penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendididkan di Indonesia. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan pernyataan akan menghapus UAN, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang mengusulkan penghapusan UAN tersebut.
Dari tahun ke tahun standar kelulusan terus meningkat belum diimbangi dengan pemerataan fasilitas pendidikan di beberapa daerah secara tidak langsung membuat siswa mengalami kesulitan untuk memenuhi target yang ada. Sehingga tidak sedikit siswa terpaksa harus mengulang, disebabkan nilainya kurang memenuhi standar.  Angka kelulusan siswa terus dinaikkan dari tahun ke tahun berikutnya, tidak akan menjadi persoalan jika hasil evaluasi Ujian Nasional diumumkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ditindaklanjuti dengan memberikan perlakuan khusus bagi daerah-daerah yang diketahui dari hasi Ujian Nasional tersebut memiliki nilai kelulusan rata-rata rendah.
Gerakan adanya penolakan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional secara gencar berlangsung sejak lima tahun terakhir seiring munculnya kebijakan pemerintah untuk menjadikan evaluasi tahap akhir siswa yang sebelumnya sempat diserahkan kepada pihak sekolah kembali diberlakukan secara nasional. Berbagai upaya dilakukan untuk menolak pelaksanaan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan nasional, diantaranya gugatan warga negaranya sendiri.
Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) Mohammad Nuh mengakui terjadinya pro dan kontra dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Perdebatan ini diakuinya tidak akan pernah rampung, karena bukan masalah boleh ataupun tidak boleh Ujian Nasional dilaksanakan, tetapi bagaimana kualitas pelaksanaan Ujian Nasional ditingkatkan. “Tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional tidak perlu diperdebatkan dan dipertentangkan lagi terutama terkait penentu kelulusan atau standar nasional,” ujarnya.
Pemerintah akan tetap memberlakukan kebijakan tersebut dari kemajuan dunia pendidikan. Mohammad Nuh juga mengatakan salah satu komitmen Depdiknas adalah untuk membangun anak didik yang berkarakter, berkepribadian, dan berbudaya unggul. Untuk itu, orientasi pendididkan yang dilaksanakan tidak hanya mengukur hasil kegiatan belajar mengajar dari segi kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan penulis melihat kenyataan pada era ini, perkembangan pendidikan di kalangan masyarakat umumnya mengenai Ujian Nasional banyak pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat.











B.   Identifikasi Masalah
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai faktor penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendididkan di Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya.
Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar konstruktivisme.
Selain itu, Ujian Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.

C.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana dampak bagi pelajar dengan adanya ujian nasional sebagai salah satu faktor penentu kelulusan ?
2.      Bagaimana dengan standar kelulusan yang setiap tahun selalu meningkat sedangkan fasilitas pendidikan di beberapa daerah belum merata membuat siswa mengalami kesulitan ?
3.      Bagaimana solusi dari ujian nasional ?

D.   Tujuan dan Manfaat
a)      Tujuan
1)      Mengetahui dampak bagi pelajar dengan adanya ujian nasional sebagai faktor penentu kelulusan.
2)      Mengetahui keadaan siswa jika standar kelulusan setiap tahun meningkat dan fasilitas belajar belum merata.
3)      Mengetahui solusi adanya ujian nasional.
b)      Manfaat Evaluasi
Manfaat dari penulisan makalah ini:
1.      Bagi Pemerintah                                                                           
Bisa dijadikan sebagai pelajaran bahwa sistem ujian nasional tahun selanjutnya harus lebih baik dari tahun sebelumnya agar ujian nasional tidak mengalami kontroversi.
2.      Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar peserta didiknya tidak ada yang gagal dalam Ujian Nasional.
3.      Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan bahan kajian belajar untuk menjadi seorang pendidik yang baik nantinya, khususnya mahasiswa fakultas ilmu pendidikan.







E.   Tinjauan Pustaka
Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor  20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional adalah salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja Ujian Nasional dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun yang menjadi pertimbangan agar Ujian Nasional tetap digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi lulusan secara nasional bisa terbantahkan.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang UAN, serta Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 meliputi Pasal 11 Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi; Pasal 35 Ayat (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala; Pasal 57 ayat (1)Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; Pasal 57 Ayat (2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan; Pasal 58 Ayat (2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan, dan; Pasal 61 ayat (2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Pasal-pasal tersebut menjadi landasan kebijakan Pemerintah untuk melakukan UN.
Pemerintah juga mengacu pada landasan teoritis yang dilatarbelakangi rasional bahwa untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik lewat pelaksanaan evaluasi sumatif (sumative evaluation) pada setiap akhir tingkatan pendidikan. Evaluasi itu berbentuk evaluasi hasil belajar maupun ujian (examination) yang dilakukan secara benar dan transparan sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa setinggi-tingginya. Dengan demikian secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, hasilnya dapat dijadikan tolok-ukur keberhasilan dan dapat digunakan sebagai pemetaan keberhasilan belajar di semua tingkatan dan daerah.


Model Evaluasi
Model evaluasi ini menggunakan model Goal Free Evaluation Model, adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Scriven. Dalam Goal Free Evaluation, Scriven mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).

Evaluasi model goal free evaluation, focus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis.

      Tujuan program tidak perlu diperhatikan karena kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak bermanfaat. Dapat disimpulkan bahwa, dalam model ini bukan berarti lepas dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci perkomponen yang ada.
Scriven menekankan bahwa evaluasi itu adalah interpretasi Judgement ataupun explanation dan evaluator yang merupakan pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Ciri – Ciri Evaluasi  Bebas Tujuan yaitu :
1.      Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program
2.      Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus evaluasi
3.      Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan
4.      Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin
5.      Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan
Mungkin akan lebih baik apabila evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan evaluasi bebas tujuan dikawinkan,karena mereka akan saling mengisi dan melengkapi. Evaluator internal biasanya melakukan evaluasi yang berorientasi pada tujuan,karena ia sulit menghindar atau mau tidak mau ia akan mengetahui tujuan program,akan tidak pantas apabila ia tidak acuh. Menejer progam jelas ingin mengetahui sampai seberapa jauh progam telah dicapai, dan evaluator internal akan dan harus menyediakan informasi untuk menejernya.
Di samping itu, perlu diketahui bagaimana orang luar menilai program bukan hanya untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilakukan di semua bagian, pada semua yang telah dihasilkan, secara sengaja atau tidak sengaja. Yang belakangan ini merupakan tugas operator  bebas tujuan yang tidak mengetahui tujuan program. Jadi, evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan evaluasi bebas tujuan dapat bekarja sama dengan baik.







F.   Kerangka Pikir Evaluasi
Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu disebut Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan sekarang. Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya memberikan tes pada beberapa mata pelajaran ‘penting’ saja, apalagi dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran.
Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan kognitif saja. UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis. Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN.

G.  Pertanyaan Evaluatif
1.      Apa pengaruh dari ujian nasional terhadap peserta didik saat akan menjalani ujian?
2.      Apa yang terjadi saat ujian nasional berlangsung ?
3.      Apakah ada kecurangan saat ujian nasional ?

H.  Metode Penelitian
A.    Penelitian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya (Mulyono 2009). Sedangkan menurut Rika Dwi K. (2009) Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan.
Iviane dan Gilbert de Lansheere (dalam  Inggit Kurniawan, 2009) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sedangkan menurut Zulharman (2007) Evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.
Evaluasi program adalah proses untuk mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan menggunakan kriteria tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan keputusan, kebijakan yang lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan evaluator dalam mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai, apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009). Menurut Suharsimi Arikunto (2007: 222) penelitian evaluasi dapat diartikan suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses serta teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi merupakan suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek (efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang direncanakan atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji pelaksaaan program yang dilakukan secara objektif. Kemudian merumuskan dan menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program.

B.   Populasi dan Sampel
a)      Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak, peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama. Populasi pada evaluasi ini adalah siswa –siswi di suatu sekolah.
b)      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat yang sama dari obyek yang merupakan sumber data. Sampel yang dapat diteliti adalah siswa –siswi satu kelas.

C.   Teknik Pengumpulan Data
a.       Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkun dapat diulang-ulang. Dalam pelaksanaan observasi, peneliti bukan hanya sekedar mencatat, tetapi juga harus mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.
Seorang peneliti harus melatih dirinya  untuk melakukan pengamatan. Banyak yang dapat kita amati di dunia sekitar kita dimanapun kita berada. Hasil pengamatan dari masing-masing individu akan berbeda, disinilah diperlukan sikap kepekaan calon peneliti tentang realitas diamati. Boleh jadi menurut orang lain realitas yang kita amati, tidak memiliki nilai dalam kegiatan penelitian, akan tetapi munurut kita hal tersebut adalah masalah yang perlu diteliti.
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi partisipasi dan non-partisipan. Observasi partisipasi dilakukan apabila peneliti ikut terlibat secara langsung, sehingga menjadi bagian dari kelompok yang diteliti. Sedangkan observasi non partisipan adalah  observasi yang dilakukan dimana peneliti tidak menyatu dengan yang diteliti, peneliti hanya sekedar sebagai pengamat.

b.      Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengirimkan suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Menurut Masri Singarimbum, pada penelitian survai, penggunaan angket merupakan hal yang paling pokok untuk pengumpulan data di lapangan. Hasil kuesioner inilah yang akan diangkakan (kuantifikasi), disusun tabel-tabel dan dianalisa secara statistik untuk menarik kesimpulan penelitian.
Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah  (a) untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian, dan (b) untuk memperoleh informasi dengan reliabel dan validitas yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun kuesioner, pertanyaan-pertanyaan yang disusun harus sesuai dengan hipotesa dan tujuan penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto, sebelum kuesioner disusun memperhatikan prosedur sebagai berikut:
1)    Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.
2)    Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
3)    Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-sub variabel yang lebih spesifik dan tunggal.
4)    Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus unit analisisnya.

c.       Interview / wawancara
Interview adalah sesuatu proses tanya jawab lesan, dalam mana 2 orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat maka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya. Dengan wawancara data yang diperoleh akan lebih mendalam, karena mampu menggali pemikiran atau pendapat secara detail. Oleh karena itu dalam pelaksanaan wawancara diperlukan ketrampilan dari seorang peneliti dalam berkomunikasi dengan responden. Seorang peneliti harus memiliki ketrampilan dalam mewawancarai, motivasi yang tinggi, dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut dalam menyampaikan wawancara. Seorang peneliti juga harus bersikap netral, sehingga responden tidak merasa ada tekanan psikis dalam memberikan jawaban kepada peneliti.
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, yaitu:
1)    Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Dalam hal ini perlu adanya kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan pedoman wawancara model ini sangat tergantung pada pewawancara.
2)    Pedoman pewawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list. Pewawancara hanya tinggal memberi tanda v (check).
Dalam pelaksanaan penelitian dilapangan, wawancara biasanya wawancara dilaksanakan dalam bentuk ”semi structured”. Dimana interviwer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam  dalam menggali keterangan lebih lanjut. Dengan model wawancara seperti ini, maka semua variabel yang ingin digali dalam penelitian akan dapat diperoleh secara lengkap dan mendalam.

D.   Teknik Analisis Data
Pada tahap analisis data ini menurut Dilthey, sebagaimana dikemukakan juga oleh pemikir fenomenologi, mengatakan bahwa peristiwa sejarah dapat dipahami dalam tiga proses yaitu: (1) memahami sudut pandang atau gagasan para pelaku asli; (2) memahami arti atau makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah; dan (3) menilai peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarawan itu hidup. Proses (1) dan (2) merupakan fist order understanding dan proses (3) merupakan second order understanding.
Teknis analisis data tersebut dilakukan di lapangan atau bahkan bersamaan dengan proses pengumpulan data dan sesudahnya. Menurut Milles (1992) ada dua hal yang penting dalam analisis tersebut; Pertama, analisis data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis, tetapi analisis ini tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperlukan. Kedua, analisis ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:15-21).
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, dalam hal ini peneliti mencatat hasil wawancara dengan informan berkaitan dengan pelaksanaan ujian nasional, siswa-siswi, proses ujian nasional, dan makna ujian nasional, bagaimana makna ujian nasional dan pelaksanaannya ? Bagaimana efek ujian nasional pada siswa?
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis data adalah penyajian data. Penyajian data di sini sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini berbentuk teks naratif, teks dalam bentuk catatan-catatan hasil wawancara dengan informan penelitian sebagai informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan tentang fenomena boro tersebut di atas.
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seseorang penganalisis (peneliti) mulai mencari makna boro dan prosesnya. Dengan demikian, aktifitas analisis merupakan proses interaksi antara ketiga langkah analisis data tersebut, dan merupakan proses siklus sampai kegiatan penelitian selesai.












I.     DAFTAR PUSTAKA

Taribnafis, Farida Yusuf. 1989. Evaluasi Program. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula. 2002. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Center Partners. (2006). Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus. http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf (Diakses pada tanggal 13 Desember 2013 pukul 20.00 )
Zamroni, Yariz. Penelitian Evaluasi.  2001. http://yarizzamroni1991.wordpress.com/2011/09/13/penelitian-evaluasi/,(Diakses pada tanggal 27 Desember 2013 pukul 21.07 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Ujian_Nasional (Diakses pada tanggal 5 Januari 2014 pukul 08.07 WIB)
Subadi, Tjipto. Contoh Bab III Metode Penelitian. 2011. http://tjiptosubadi.blogspot.com/2011/01/contoh-bab-iii-metode-penelitian.html (diakses pada tanggal 09 Januari 2014)
Berdikaroonline. Carut-Marut Ujian Nasional. 2013. http://www.berdikarionline.com/editorial/20130416/carut-marut-ujian-nasional.html (diakses pada tanggal 10 Januari 2014 pukul 11.08 WIB)


1 komentar:

  1. Why are online casinos so popular? - Kadangpintar
    As one of the fastest growing providers of gambling equipment, the online gaming 인카지노 market is growing 온카지노 fast, so do the players. 바카라사이트

    BalasHapus